Sunday, March 13, 2011

IMAGINE



IMAGINE...

Suatu hari saya menonton sebuah adegan kekerasan hasil rekaman kejadian nyata, yaitu adegan dimana disitu terjadi tawuran antar warga. Salah satu warga yang terlibat tawuran ada yang memegang pedang, lalu menebaskan pedangnya ke kepala sesorang, dan untungnya orang yang dituju dapat mengelak, dan senjata tajam yang panjangnya kira-kira hampir semeter itu hanya menyerempet kulit kepalanya. Tampak kulit kepalanya yang terpotong sebagian, masih menggantung bergoyang-goyang karena pemiliknya lari tunggang langgang dikejar si pemegang pedang yang belum puas hasratnya yang mungkin ingin menghabisi nyawa orang yang ditujunya.
Lalu saya pun berpikir, itu mungkin hanya secuplik kecil kejadian yang menggambarkan sebuah konflik berujung kekerasan. Apalah yang menjadi pemicu perkelahian tersebut saya tidak terlalu mengerti, tapi yang pasti perbedaan adalah sebabnya. Karena kesamaan tidak akan menyebabkan konflik.
Pembaca yang budiman, yang saya saksikan tadi hanyalah tawuran antar warga. Bagaimana halnya dengan perang yang terjadi diberbagai belahan dunia, menyebabkan korban tak terhitung jumlahnya. Lalu timbul lagi pemikiran, bagaimana jika ini terjadi didaerah tempat kita tinggal, dan yang menjadi korban adalah orang-orang terdekat, teman, saudara bahkan mungkin kita sendiri. Merinding bulu kuduk bila membayangkannya.
Lalu suatu hari saya mendengar cuplikan sebuah lagu mahakarya John Lennon judulnya Imagine…
Berikut adalah liriknya
Imagine there’s no heaven it’s easy if you try
No hell below us, above us only sky
Imagine all the people living for today ah
Imagine there’s no countries it isn’t hard to do
Nothing to kill or die for and no religion too
Imagine all the people living life in peace

(*) You you may say I’m a dreamer
But I’m not the only one
I hope some day you’ll join us
And the world will be as one (live as one)

Imagine no possession I wonder if you can
No need for greed or hunger a brotherhood of man
Imagine all the people sharing all the world
Tersentuh, ku suka lagu ini, ku coba terjemahkan

Bayangkan tiada surga, mudah jika kamu coba
Tiada neraka dibawah kita, diatas hanya ada langit
Bayangkan semua orang, hidup untuk hari ini
Bayangkan tida negara, tidaklah sukar untuk dilakukan
Tidak ada alasan pembunuhan dan kematian dan juga tiada agama
Bayangkan semua orang, hidup didalam kedamaian

(*) Kamu boleh bilang aku adalah pemimpi
Tapi aku tak sendirian
Ku harap kalian ikut bersama kami
Dan duni akan menjadi satu

Bayangkan tiada kepemilikan, ku saluth bila kau bisa
Tiada ketamakan dan kelaparan di dalam persaudaraan
Bayangkan semua orang berbagi seisi dunia

Lagu yang indah, menggambarkan impian manusia akan terciptanya perdamaian dalam satu dunia. Dan mungkin, orang-orang yang mencintai perdamaian, kenal, bahkan mungkin suka dengan lagu ini, dengan nadanya yang slow, easy listening, terlebih dibawakan oleh suara John Lennon yang begitu khas, pendengar akan terbawa karenanya.
Apa hubungannya lagu ini dengan cuplikan tawuran antar warga yang saya ceritakan di awal tadi? Hubungannya yakni PERDAMAIAN dan PERBEDAAN. Ya, perdamaian yang diimpi-impikankan banyak orang. Mungkin, bila warga yang tawuran tersebut tahu akan makna perdamaian, mungkin tawuran bisa dihindari, bahkan tak terjadi. Lingkungan menjadi aman dan damai. Dan akhirnya tak ada lagi bayangan-bayangan menakutkan yang bisa mengancam keselamatan teman, saudara, dan kita sendiri. Tapi memang tidaklah mudah.
Lalu di awal cerita pun saya menyebutkan kenapa tawuran bisa terjadi? Perbedaan adalah paham yang paling mungkin menjadi pemicunya bukan? Lantas? apa hubungannya dengan lagu Imagine yang saya dengarkan? Ironisnya, lagu ini tak menginginkan (menolak) perbedaan tapi berisi pesan perdamaian.
Lengkapnya begini, bagi pendengar lagu ini, pernahkah terlontar pertanyaan dipikiran mereka, “apakah makna sebenarnya dari lagu ini?” Walaupun jawabannya cukup jelas, bahwa inti dari lagu ini adalah menyuarakan perdamaian. Dan benar sekali, lagu ini adalah lagu perdamaian. Karena, Liriknya diduga diilhami oleh harapan-harapan Lennon akan dunia yang lebih damai, meskipun asal-usulnya tidak dapat diketahui dengan pasti . Tapi pernahkah kita menyimak liriknya satu persatu? Mungkin bagi sebagian pendengar tidaklah penting mengartikan satu persatu dari lirik lagu ini, yang penting pesannya adalah perdamaian.
Tapi apa salahnya jika kita mengartikannya baik-baik, lirik dari lagu tersebut, bukannya apa-apa, yang sedikit membuat heran adalah dalam kata-katanya “Imagine there’s no countries, no religion too” hal inilah yang patut dipertanyakan.Yang telah membuat saya berpikir keras apakah makna sebenarnya yang ingin disampaikan. Karena memang asal-usul dari lagu ini diciptakan tidak diketahui pasti. Namun refrain lagu “Imagine” mungkin sebagian diilhami oleh puisi Yoko Ono, sebagai reaksi terhadap masa kanak-kanaknya di Jepang di masa Perang Dunia II.

Friday, October 2, 2009

Cinta Apa Adanya

Ku tak mencari, dan kamu pun demikian adanya. Dan kita pun bertemu, tapi pertemuan yang tak disengaja mendatangkan anugerah. Ialah cinta yang mempertemukan dua hati.

Tak ingin bersumpah, tak ingin berjanji, hanya ingin rasakan… tapi dalam hati tak kuasa menolak, bahwa hati ini tlah utuh, untuk kemudian hanya hati yang tau, bahwa janji tlah tergoreskan, dan menerima seutuhnya dirimu…

Utuhnya dirimu tlah membuat diriku kehilangan semua pesonaku untuk sujud dihadapanmu mempersembahkan cinta.

Begitu besar hasrat ini… hingga norma sang manusia tak ku pedulikan… dua manusia dengan segala perbedaannya, tlah melahirkan norma-norma yang mengatur semuanya… menjauhkan, dan berusaha memisahkan.

Tapi itulah aku… semakin hebat perbedaan ini, semakin besar pula rasa cinta ini…

Tlah terucapkan dari bibir sang pencinta… perbedaanlah yg membuatku mencintai… perbedaanlah yg membuatmu semakin mempesona….

Inilah aku, dan itulah kamu… kita bercinta dengan rasa… ku terima kamu apa adanya, begitu pula dengan dirimu.

Wednesday, September 30, 2009

Kekuatan Tanpa Kekerasan

Jul 29, 2009 in Kisah Nyata

Berikut ini adalah cerita masa muda Dr. Arun Gandhi (cucu dari Mahatma Gandhi - Pendiri Lembaga M.K.Gandhi)

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan.
Kami tinggal jauh dipedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, “Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.”

Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah saya. Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung saya berlari menunju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.

Dengan gelisah ayah menanyai saya, “Kenapa kau terlambat?”

Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne sehingga saya menjawab, “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.” Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan, kini ayah tahu kalau saya berbohong.

Lalu ayah berkata, “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.”

Lalu, ayah dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.

Sejak itu saya tidak pernah akan berbohong lagi.

“Sering kali saya berpikir mengenai peristiwa ini dan merasa heran. Seandainya Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan.”

Dr. Arun Gandhi adalah cucu Mahatma Gandhi dan pendiri Lembaga M.K.Gandhi untuk Tanpa-Kekerasan
Pada tanggal 9 Juni 2005 ia memberikan ceramah di Universitas Puerto Rico dan bercerita bagaimana memberikan contoh tanpa-kekerasan yang dapat diterapkan di sebuah keluarga.

Sumber : http://www.yauhui.net/kekuatan-tanpa-kekerasan/
________________________________________________________________

Pernahkah anda merasakan kekuatan seperti ini ??... Jika pernah, anda juga mungkin memiliki kekuatan yang sama… Karena jika tidak, orang terdahulu yang pernah memberikan kekuatan ini kepada anda, takkan pernah berhenti menghukum dirinya sendiri… Hahaha…
Semoga kita dapat menjadi orang tua yang baik terhadap anak-anaknya… agar anak kita pun berbuat yang sama.

Kisah Cinta Rumah Tangga Mario & Rima - Apa itu Cinta ?


Ketika Perkawinan Rumah Tangga Anda Mulai Jenuh.. Mungkin cerita ini dapat menginspirasi Anda.. Ingatlah.. Kita tidak datang ke dunia untuk mencintai orang yang sempurna.

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.

Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workoholic.

Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.

Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua diluarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makanberdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.

Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak2 kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.

Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit dirumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan dirumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.

Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.

Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.

Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.

Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya.

” Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini ? tidak mau makan juga? uhh… dasar anak nakal, sini piringnya, ” lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun !

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.

Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2.

Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta , aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.

Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papa nya, dan memanggilku, ” Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?”

Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu;
Dear Meisha, Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.
Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
yours,
Mario

Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.

Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.

Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.

Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.

Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku.

Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.

**********
Setahun kemudian

Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.

Mario, suamiku. Aku (Rima)tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku. Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku..
Ternyata aku keliru. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.
Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, ” kenapa, Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku ?”
Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan. Istrimu, Rima

Di surat yang lain ….

…Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha…

Disurat yang kesekian …

…Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan , aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalu menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah.
Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya…

Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya, dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.
Disurat terakhir, pagi ini …

…Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.
Saat aku tiba dirumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit. Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi dihatimu ?

Jelita menatap Meisha, dan bercerita ;

” Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi, aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante.. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak”.

Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.

Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.

Dear Meisha,

Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku.
Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.

Sumber :
http://www.yauhui.net/kisah-cinta-rumah-tangga-mario-rima-khusus-dewasa/
______________________________________________________________________

Cerita yang sangat banyak menyiratkan arti,… Sebagai seorang Mario, atau Rima, ataupun Meisha, bahkan mungkin sebagai seorang Jelita… semuanya dapat peran yang begitu besar dalam menentukan kualitas sebuah cinta… Tapi… walaupun banyak memberikan makna dan hikmah, kita tentunya berharap agar cerita seperti ini ga’ mampir ke kehidupan kita, terlebih kehidupan cinta kita… terlalu sakit bila coba dirasakan…

Tapi… bila ingin membayangkan mencoba berada di posisi salah satu dari mereka, siapakah yang ingin kita perankan… Meisha mungkin ?? Yang penuh cinta… tapi menjadi awal dari sebuah petaka… Haahh… Ngga’ deh…